nasihat today

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri.” (As Syura 30).

Tuesday, 22 December 2015

medium kultur jaringan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui perbanyakan tanaman dengan cara menisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, akar, batang dll. Serta menumbuhkan bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrusi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan beregenarasi menjadi tanaman yang lengkap.
Dalam perkembangbiakan tanaman dengan teknik kultur jaringan membutuhkan sebuah media. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kerja kultur jaringan adalah pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada medium kultur. Medium yang dipergunakan pada kultur in vitro tumbuhan ada bermacam-macam. Pemilihan medium tergantung pada jenis tanaman yang digunakan, selera, tujuan serta perhitungan masing-masing peneliti. Isi dan komposisi dari medium kultur dirancang secara khusus untuk tujuan yang berbeda, media yang digunakan biasanya terdiri atas garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tamabahan seperti agar, gula dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Untuk mengetahui macam-macam medium dalam kultur jaringan maka penulis menuliskan makalah yang akan membahas tentang medium kultur jaringan serta perananya dalam kultur jaringan.


1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis dapat memberikan beberapa rumusan masalah diantaranya :
1.      Apa saja Macam-macam medium dalam kultur jariangan ?
2.      Bagaimana komponen medium dalam kultur jaringan ?
3.      Bagaimana substansi organik kompleks dalam medium kultur jaringan ?
4.      Bagaimana bahan pemadat dalam kultur jaringan ?
5.      Bagaimana pH medium dalam kultur jaringan ?
6.      Bagaimana zatpengatur tumbuhan dalam media kultur jaringan ?
7.      Bagaimana metode sterilisasi dalam medium kultur jaringan ?


1.3 tujuan penulisan
            Untuk mengetahui macam-macam, komponen medium, substansi organik, bahan pemadat, pH, zat pengatur dan metode srerilisasi media dalam kultur jaringan.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Media Kultur Jaringan
            Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair.
1.    Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar.
2.    Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya.
Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan.
Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Medium yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Medium yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf agar tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya.
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Komposisi media dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White 1934, pertama White menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan nicotinic acid.

2.1 Medium Dasar Kultur Jaringan
            Ada beberapa macam medium dasar, pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya. Beberapa diantaranya adalah
1.    Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts
2.    Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.


3.    Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller.


4.    Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
a.    Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan     memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
b.      Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk    kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra. Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.
5.    Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
6.       Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

7.     Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.

8.     Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻  yang jauh perbandinganya. Amonium  yang diberikan dalam bentuk (NH)SO hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO 2830 mg/l.
Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya.

2.3 Komponen Medium dari zat-zat anorganik
A. Unsur makro
            Air merupakan zat terbanyak pada tubuh tumbuhan, oleh karena itu air juga merupakan bagian terbesar didalam medium kultur. Air selain sebagai bahan untuk membentuk material tubuh, juga sebagai medium untuk reaksireaksi kimia dan fisika. Air juga berguna untuk transport dan distribusi zat-zat yang terlarut didalamnya. Pada medium kultur jaringan digunakan air murni yang sudah mengalami demineralisasi, deionisasi dan didestilasi dengan gelas dua kali.
Kebutuhan garam-garam mineral didalam jaringan kurang lebih sama dengan tanaman utuh. Garam-garam mineral merupakan gabungan unsur-unsur esensial makro dan mikro. Konsentrasi optimum dari tiap-tiap komponen untuk mencapai kecepatan pertumbuhan yang maksimal sangat bervariasi. Menurut Gamborg dan Shylluk (1981) biasanya berkisar antara 25-60mM. Unsur makro dibutuhkan dalam jumlah cukup besar, pada umumnya diberikan dalam bentuk persenyawaan. George dan sherrington (1984) menyebutkan beberapa persenyawaan makronutrien yang umum digunakan pada medium kultur jaringan, antara lain: KNO3; NH4NO3; Ca(NO3).4H2O; NaNO3; CaCl2. 2H2O; MgSO2. 7H2O; KCl; KH2PO4; NH4H2PO4; NaH2PO4. 2H2O; Na2SO4; (NH4)2SO4; NH4Cl; K2SO4.

1.      Nitrogen (N)
            Nitrogen diberikan dalam bentuk persenyawaan yang bermacam-macam, antara lain: KNO3; NH4NO3; Ca(NO3).4H2O; NaNO3; NH4H2PO4; (NH4)2SO4; NH4Cl. Kebutuhan N terbesar adalah untuk menyusun asam-asam nukleat, protein, sebagai koenzym atau persenyawaan lain yang mengandung N seperti klorofil, alkaloid, derivat purin dan pirimidin dan beberapa hormon endogen. Sumber nitrogen pada medium kultur adalah ion ammonium (NH4)+ dan nitrat (NO3)-. Jumlah ion ammonium yang digunakan berkisar antara 2-8 mM, sedangkan nitrat berkisar antara 25-40 mM. Pengambilan unsur nitrat memerlukan pH rendah, sebaliknya pengambilan ammonium menyebabkan pembebasan H+ sehingga medium menjadi asam. Medium Murashige dan Skoog (MS) menyediakan nitrogen dalam bentuk garam NH4NO3, ini merupakan strategi yang baik dan mempunyai keuntungan ganda, karena selain sumber N nya lengkap juga dalam bentuk garam effeknya terhadap penurunan pH medium berkurang (George dan Sherrington, 1984).

2.      Fosfor (P)
            Fosfor diberikan pada medium kultur jaringan dalam bentuk persenyawaan KH2PO4 atau K2HPO4; NH4H2PO4; NaH2 PO4. Ion PO- total yang diberikan pada medium bervariasi antara 0,5 - 20 mM/1. Unsur P didalam sel diubah menjadi persenyawaan RNA dan DNA, zat-zat yang sangat penting yang bertanggung jawab atas sifat-sifat keturunan. Unsur P diperlukan sebagai aktifator ensim untuk memacu pertumbuhan pada jaringan meristematik. Kelebihan unsur P dapat menghambat pertumbuhan eksplan, karena akan terjadi persaingan penyerapan dengan unsur lain seperti seng (Zn), besi (Fe) dan tembaga (Cu).

3.      Kalium (K)
            Kalium diberikan pada medium dalam bentuk KNO3; KH2PO4 atau K2HPO4, KCl; dan K2SO4. Ion K+ total yang diberikan pada medium bervariasi antara 1,837-25.18 mM/1. Unsur K sangat diperlukan untuk memacu pembelahan sel, sintesa karbohidrat dan protein, pembuatan klorofil serta untuk mereduksi nitrat (Kyte, 1983). Kalium berpengaruh pada hidratasi, menambah atau mengurangi hidratasi pada misel seiiingga mempengaruhi keluar masuknya nutrien ke dalam sel.

4.      Sulfur (S)
            Sulfur atau belerang diberikan pada medium dalam bentuk MgSO4. 7H2O; (NH4)2SO4; K2SO4; FeSO4.7H2O; MnSO4.4H2O; ZnSO4. 7H2O; CuSO4. 5H2O. Pemberian belerang berkisar antara 0,75 - 3 mM/1. Sulfur ada didalam beberapa molekul protein dan koenzym. Memacu perkembangan akar, juga berguna untuk ketahanan atau proteksi tubuh tumbuhan. Belerang diserap dalam bentuk SO4
=, antara lain dijadikan aneurin, biotin, persenyawaan asam amino yang ada belerangnya misalnya, cystein, methionin.

5.      Calcium (Ca)
            Calcium atau kapur diberikan pada medium dalam bentuk Ca(NO3). 4H2O; CaCl2.2H2O; Ca3 (PO4)2. Pemberian ion Ca berkisar antara 1-3 mM/l. Pemakaian Ca-nitrat ada kelemahannya karena sangat higroskopis, sehingga didalam wadahnya seringkali (dijumpai kristalnya berair. Sebaiknya Ca-nitrat dibuat larutan stok dan disimpan didalam kulkas. Ca-fosfat juga ada kelemahannya yaitu tidak mudah larut. Untuk melarutkannya, sejumlah tertentu Ca-fosfat dimasukan kedalam Erlenmeyer 50 ml, kemudian diberi beberapa tetes HCl 0,1 N campuran ini digojok sambil dipanasi sampai larut (tampak jemih). Calcium diperlukan untuk pembentukan dinding primitive, sebagai Capectat yaitu bagian integral dari dinding sel, penting sebagai kation selular dan kofaktor enzym. Calcium mempengaruhi hidratasi, permeabilitas dan penyerapan nutrient. Calcium juga mempengaruhi tingginya pH, menetralisir racun, misalnya pada asam oksalat. Asam oksalat dengan Ca akan menjadi Ca-oksalat berbentuk kristal dan diisolasi atau dimumifikasikan ikklam sel tertentu menjadi sel-sel kristal.

6.      Magnesium (Mg)
            Magnesium terutama diberikan pada medium dalam bentuk MgSO4. 7H2O. Magnesium diperlukan sebagai elemen utama dalam pembentukan klorofil, berperan penting sebagai aktivator ensim terutama dalam proses fosforilasi dan sintesis protein dengan cara membentuk komplek ensim-substrat.

B. Unsur mikro
            Unsur hara mikro adalah unsur yang diperlukan dalam jumlah sedikit. Fungsinya belum diketahui secara pasti, tetapi tidak adanya zat-zat ini dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan. Air dan bahan kimia yang tingkat kemurniannya rendah seringkali terkontaminasi oleh unsur hara mikro. Bentuk persenyawaan hara mikro yang umum digunakan pada beberapa medium kultur menurut George dan Sherrington (1984) adalah: MnSO4.4H2O; ZnSO4. 7H2O; H3BO3; KI; CuSO4. 5H2O; NaMoO4. 2H2O; CoCl2. 6H2O; FeCl3. 6H2O; Fe III citrate; FeSO4.7H2O; NaFeEDTA; Na2EDTA. 2H2O; Fe(SO4)3; Fe III tartrate.

1.      Besi (Fe)
            Besi diperlukan dalam jumlah sedikit lebih banyak daripada unsur mikro yang lain, diberikan dalam bentuk chelat. Pemberian Fe bersama-sama dengan NaEDTA dimaksudkan agar besi tetap pada jangkauan pH yang luas dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat diserap oleh jaringan tanaman. Fe berperan penting dalam sintesis klorofll, konfersi energi pada fotosintesis dan respirasi dengan melakukan reduksi oksidasi, bagian dari sitokrom. Besi diberikan pada medium kultur jaringan berupa FeCl3. 6H2O; Fe III citrate; FeSO4.7H2O; NaFeEDTA 2H2O; Fe(SO4)3; Fe III tartrate.
2.      Boron (B)
            Boron diberikan pada medium kultur sebagai asam borak (boric acid, H3BO3). Berperan dalam translokasi karbohidrat, juga terlibat dalam difsrensiasi seluler dan perkembangan. Ikatan boron organis memungkinkan adanya diferensiasi dan penyusunan struktur halus dari dinding sel sehingga memudahkan transport karbohidrat dan penyerapan ion kedalam sel; sebagai aktifator dan inaktifator bagi zat pengatur tumbuh. Kalau boron kurang zat pengatur tumbuh menjadi terlalu banyak sehingga menghambat pertumbuhan.

3.      Molybdenum (Mo)
            Molybdenum diberikan pada medium sebagai sodium molybdat (Na2MoO4. 2H2O) berpartisipasi pada konfersi nitrogen ke ammonia dan fiksasi nitrogen, ikut dalam metabolisme protein, sintesis asam askorbat, kofaktor enzim.

4.      Manganese (Mn)
            Manganese merupakan elemen esensial yang terdapat pada membran kloroplas, berperan sebagai aktifator ensim dengan bertindak sebagai perantara pada proses fosforilasi atau sebagai gugus redok Mn++. Bahan pembentuk klorofil dan aktip dalam fotosintesa, metabolisme protein dan pembentukan vitamin C. Pada medium kultur diberikan dalam bentuk MnSO4.

5.      Cobalt (Co)
            Cobalt merupakan elemen dari molekul vitamin B komplek, esensial untuk fiksasi nitrogen. Pada medium kultur jaringan diberikan dalam bentuk persenyawaan Cobalt Oiloride (CoCl2).

6.      Zincum (Zn)
            Zincum berperan sebagai aktifator enzim, penyusun khlorofil, pemacu pembentukan zat pengatur tumbuh terutama IAA. Pada medium kultur jaringan diberikan dalam bentuk one sulfate (ZnSO4)
7.      Cuprum (Cu)
            Cuprum merupakan bagian dari enzim, Cu bereaksi menjadi komponen phenolase, lactase dan askorbat oksidase. Ikut ambil bagian dalam proses fotosintesis dan reduksi nitrit. Cuprum diberikan pada medium kultur jaringan dalam bentuk Cupric sulfate (CuSO4 5H20).

8.      Chlorine (Cl)
Chlorine sebagai ion berpengaruh terhadap aktifitas ensim, memacu proses fotosintesis. Chlorine diberikan pada medium kultur jaringan berupa calcium chloride (CaCl2)

2.4 Komponen Medium Dari  Zat-Zat Organik

            Zat-zat organik adalah persenyawaan yang mengandung karbon, ditambahkan pada medium kultur jaringan berupa gula, myo-Inositol, vitamin, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh. Zat-zat organik tersebut biasanya tidak diberikan pada tanaman karena tanaman dapat mensintesis sendiri, tetapi pada kultur in vitro, karena eksplan yang digunakan umumnya berukuran sangat kecil dan tidak marnpu mensintesis sendiri semua zat-zat organik tersebut, maka zat-zat organik harus ditambahkan pada medium.
1.      Gula
            Tumbuhan dialam bebas mencukupi kebutuhan gula dengan mengasimilasi CO2 pada proses fotosintesa, dengan pertolongan klorofil dan sinar matahari, dijadikan glucose kemudian dijadikan pati, selulose dan persenyawaanpersenyawaan lain. Pada kultur in vitro, sel dan jaringan tumbuhan belum sempurna dalam melakukan asimilasi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula
sebagai sumber karbon dan enersi. Selain sebagai sumber enersi bagi sel dan jaringan, gula juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik potensial didalam medium. Gula pada umumnya diberikan pada medium kultur berupa sukrosa atau komponen-komponennya seperti monosakarida glukosa atau fruktosa. Sukrosa pada medium kultur ditambahkan sebanyak 30 gr/l. Glukosa atau D-glukosa biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 20 - 30 gr/l, tergantung dari jenis eksplan. Sukrosa ternyata lebih berpengaruh dalam perkembangan kalus, sedangkan pengaruhnya terhadap organogenesis belum dapat dipastikan (George dan Sherrington, 1984). Pada kultur mikrospora beberapa spesies tanaman digunakan maltosa, maltosa dihidrolisis lebih lambat dibandingkan dengan sukrosa, ini memberi pengaruh yang lebih baik pada mikrospora yaitu dapat memacu embryogenesis (Indrianto et al. 1999).

2.      Myo-Inositol
            Myo-Inositol ditambahkan pada medium untuk membantu diferensiasi dan pertumbuhan jaringan. Myo-Inositol ikut serta dalam beberapa reaksi metabolik penting yang berhubungan dengan pembelahan sel. Myo-Inositol merupakan
perantara pada perubahan glukosa menjadi asam galakturonat juga sebagai prazat untuk pektin dan penyusun dinding sel.
3.       Vitamin
Vitamin ditambahkan pada medium untuk mempercepat pertumbuhan, diferensiasi kalus. Vitamin berfungsi sebagai kofaktor atau bagian dari molekul kofaktor dari reaksi-reaksi ensimatis penting, vitamin juga berfungsi protektif. Seperti halnya zat pengatur tumbuh, vitamin juga mempengaruhi (menstimulasi) inisiasi, pertumbuhan dan perkembangan akar. George dan Sherrington (1984) memasukan beberapa macam vitamin yang umum digunakan pada berbagai medium dasar, antara lain: Thiamin-HCl, Nicotinic acid, Pyridoxin-HCl, Ca Dpanthothenate, Folic acid, Choline chloride, Riboflavin, yang kesemuanya merupakan anggota dari vitamin B kompleks. Ascorbic acid dan adenin juga sering ditambahkan pada medium. Vitamin labil terhadap pemanasan, dianjurkan untuk selalu menggunakan filter steril jika akan ditambahkan pada medium. Thiamin merupakan vitamin yang esensial terdapat pada hampir semua medium kultur jaringan tumbuhan, cenderung mempercepat pembelahan sel pada meristem akar tetapi tidak berpengaruh terhadap pemanjangan sel. Thiamin merupakan bagian prostetik yang terdapat didalam sel, berperan sebagai koensim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan enegi. Thiamin diberikan dalam jumlah yang bervariasi dari kirakira 0,1 sampai 30 mg/l (Doods dan Roberts, 1983). Nicotinic acid (niacin) penting dalam reaksi-reaksi ensimatis disamping peranannya sebagai prekursor dari beberapa alkaloid. Ascorbic acid sering ditambahkan pada medium, terutama untuk mencegah terjadinya pencoklatan pada permukaan irisan jaringan yang disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi senyawa polyphenol menjadi quinon yang berwarna coklat, vitamin disini berfungsi sebagai antioksidan.

4. asam amino dan sumber nitrogen lainya

            Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

2.5 Komponen Bahan Organik Kompleks
            Arang aktif  (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif. IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.

2.6 Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan
            Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.
            Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
            Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.
            Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.

2.7 Zat Pengatur Tumbuh

            Terdapat empat kelas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.
            Sitokinin yang ditambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.
            Selain nutrisi, zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi. Zat pengatur tumbuh aktif pada konsentrasi rendah dan diproduksi didalam tubuh tanaman itu sendiri (endogen). Untuk keperluan kultur jaringan telah dibuat zat pengatur tumbuh sintetik, tanpa zat pengatur tumbuh pertumbuhan eksplan akan terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Zat pengatur tumbuh dikelompokan dalam beberapa grup: Auksin, Sitokinin, Gibberellin, Abscisic acid, dan Ethylene.
1.      Auksin
            Indole-3-acetic acid (IAA) merupakan auksin alamiah yang terdapat pada sebagian besar tumbuhan. Disintesis dari tryptophane terutama di primordia daun, daun muda dan pada kecambah. IAA ditransport dari sel ke sel dengan arah basipetal (dari pucuk ke akar). IAA berperan dalam mempengaruhi pemanjangan sel; pembelahan sel; diferensiasi jaringan faskuler; inisiasi pembentukan akar; mempengaruhi dominasi apikal; zona absisi pada daun dan buah; pembungaan; pemasakan buah, dll. IAA mudah larut dalam alkohol. Penggunaan IAA pada medium kultur kerap kali kurang menguntungkan karena mudah rusak oleh cahaya, oksidasi ensimatik dan pemanasan pada saat proses sterilisasi dengan autoclave. Penggunaan auksin sintetik lebih menguntungkan karena lebih stabil. Auksin sintetik yang umum digunakan pada medium adalah: 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D); 1-naphthaleneacetic acid (NAA) dan indole-3-butyric acid (IBA). Beberapa persenyawaan seperti dicamba (3,6-dichloro-O-anisic acid) dan picloram (4-amino-3,5,6-trichloro-2-pyridinecarboxilic acid) pada konsentrasi tinggi merupakan herbisida, digunakan sebagai auksin substitusi. Kultur in vitro tumbuhan yang pada mulanya memerlukan auksin eksogen untuk pertumbuhannya, secara gradual atau bahkan secara tiba-tiba dapat hilang dan tidak memerlukan auksin lagi, hal yang demikian disebut sebagai habituasi terhadap auksin. Penggunaan auksin secara tunggal pada umumnya sudah cukup mampu untuk menginduksi pembentukan dan pertumbuhan kalus, tetapi untuk beberapa tanaman yang rekalsitran akan lebih membantu jika menggunakan lebih dari satu jenis auksin secara simultan. Pada kultur jaringan tanaman monokotil, terutama rumput-rumputan dan palem, juga pada kultur in vitro umbi akar wortel, memerlukan auksin sintetik seperti 2,4-D dengan dosis yang cukup tinggi. Penghilangan atau pengurangan kadar auksin pada sub kultur berikutnya dapat memacu produksi embrio somatik atau organ adventiv.
            Pertumbuhan kultur juga dapat dipacu dengan penambahan substansi yang dapat mengatur tingkatan IAA endogen misalnya, dopamine dapat menghambat aktifitas IAA oksidase sehingga tidak terjadi oksidasi terhadap IAA, akibatnya pertumbuhan jaringan dan organ pada kultur in vitro menjadi lebih baik. Penghambat sintesis auksin seperti 5-hydroxy-nitrobenzyl bromide (HNB) dan 7- azaindole memacu embryogenesis somatik pada kultur kalus citrus yang telah mengalami habituasi.
2.      Sitokinin
            Sitokinin adalah derivat dari adenin, kinetin (6-furfurylaminopurin) dan zeatin adalah sitokinin alami yang umum digunakan secara meluas pada medium kultur. Sitokinin disintesis melalui modifikasi biokimia dari adenin, terjadi pada ujung akar dan biji yang tumbuh. Kebalikan dari auksin, sitokinin ditransport melalui xylem dari akar ke pucu k. Sitokinin hanya aktip jika ada auksin, pemberian sitokinin bersama auksin pada medium kultur dapat memacu pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin mempengaruhi transport auksin, pertumbuhan kuncup lateral (mematahkan dominasi apikal), perkembangan daun, menghambat proses penuaan daun dan mempengaruhi perkembangan kloroplas. Sitokinin sintetik seperti N6-benzylaminopurine (BAP) lebih sering digunakan pada medium kultur jaringan. Phenylurea, substansi aktip yang terdapat pada air kelapa mempunyai efek yang sama dengan zeatin, penggunaannya memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi. Thidiazuron (N-phenyl-N-l,2,3-thiazol-5-ylurea), yang secara komersial digunakan sebagai defoliant, karena kemampuannya untuk menstimulasi produksi ethylene, dapat digunakan untuk memacu pembentukan dan proliferasi tunas in vitro. Substansi lain yang mempunyai aktifitas seperti sitokinin adalah endosperm cair pada kecambah jagung. Diferensiasi selular dan morfogenesis in vitro terutama dikendalikan oleh interaksi antara konsentrasi auksin dan sitokinin yang diberikan pada medium kultur. Manipulasi rasio auksin: sitokinin dapat mempengaruhi organogenesis, pada perbandingan auksin/sitokinin tinggi memacu pembentukan akar, perbandingan yang sebaliknya akan memacu pembentukan tunas. Jika perbandingan auksin sitokinin seimbang hanya terbentukkalus.
Gambar 3.1. Efek auksin + sitokinin (George dan Sherrington, 1984)
Ada beberapa perkecualian:
·         Proliferasi tunas aksiler pada beberapa spesies tanaman dapat dipacu dengan auksin bersama sitokinin.
·         Induksi kalus pada beberapa monokotil dapat dipacu pada medium yang ditambahkan auksin dengan konsentrasi tinggi tanpa sitokinin.
·         Morfogenesis in vitro pada monokotil dipacu pada medium dengan auksin konsentrasi rendah atau tanpa auksin.

3.      Gibberellin (GA)
            Pada 1926 Kurasawa mendapatkan kecambah padi yang tumbuh abnormal karena terinfeksi oleh sejenis jamur Gibberella fujikuroy. Substansi yang menyebabkan pertumbuhan seddling padi menjadi sangat cepat (abnormal) tadi diketahui sebagai gibberelic acid (GA3). Gibberellin merupakan zat pengatur tumbuh yang dalam bentuk larutan pada temperatur tinggi mudah kehilangan sifatnya sebagai zat pengatur tumbuh. Gibberellin merupakan keluarga persenyawaan yang didasarkan pada struktur entgibberellane. Ada 34 gibberellin yang telah diidentifikasi secara kimia, beberapa diantaranya ditemukan pada embryo dimana dapat memicu produksi alfa amilase yang dapat mengubah cadangan makanan pada biji menjadi gula sehingga dapat digunakan oleh embryo untuk pertumbuhannya. Gibberellin disintesis dari asam mevalonat pada jaringan muda dari tunas dan biji yang sedang berkecambah, ditransport di dalam xylem dan phloem. Gibberellin berpengaruh pada pertumbuhan batang, pembesaran dan pembelahan sel, induksi perkecambahan biji, produksi enzim selama perkecambahan, pembentukan bunga. Seperti halnya auksin, gibberellin juga dapat memacu pembentukan akar, George dan Sherrington (1984) mengatakan bahwa pacuan pembentukan akar dapat terjadi karena gibberellin dapat menyebabkan peningkatan jumlah auksin endogen. Pada medium kultur yang biasa digunakan adalah GA3.
4.      Abscisic acid (ABA)
            Abscisic acid (ABA) adalah persenyawaan tunggal dengan berat molekul 264,31, larut dalam NaHCO3 cair, kloroform, aceton dan ether. ABA disintesis dari asam mevalonat pada daun-daun tua terutama sebagai respon terhadap stres air (kekeringan). ABA ditransport dari daun melalui phloem, ABA dapat bergerak ke akar didalam phloem dan kemudian kembali ke pucuk melalui xylem. ABA berperan pada penutupan stomata, transport fotosintat kearah biji-biji yang sedang tumbuh. Pada kultur in vitro tumbuhan, ABA digunakan untuk menginduksi embryogenesis mikrospora, ABA juga dapat menghambat proses perkecambahan yang terlalu dini pada embryo somatik.

5.      Ethylene
            Ethylene adalah zat pengatur tumbuh yang berbentuk gas, disintesis dari methionine didalam berbagai jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap stres. Pada umumnya gas ethylene disintesis pada jaringan-jaringan yang mengalami senescence atau yang mengalami penuaan. Ethylene bergerak secara berdifusi dari tempat sintesisnya. Perananya adalah dalam membebaskan dormansi, diferensiasi dan pertumbuhan tunas, pembentukan akar adventiv, pemasakan buah, induksi pembungaan dll. Ethylene jarang dipergunakan pada kultur in vitro. Penggunaan ethylen inhibitor seperti silver nitrate atau sulfat (ZnSO4), cobalt atau nickel chloride (CoCl2) dan asam salisilat pada medium kultur dapat meningkatkan regenerasi pucuk dan produksi embryo somatik, tetapi hasilnya sering kali koetradiktif. Ethylen dapat mempercepat perusakan sitokinin dan menstimulasi perakaran pada kultur in vitro.

Zat pengatur tumbuh yang umum digunakan pada kultur jaringan
Zat pengatur tumbuh
Singkatan
Berat Molekul
Abscisic acid
Indole-3-acetic acid
Naphthaleneacetic acid
2,4Dicholorophenoxyacetic
Indole-3-butyric acid
6-Furfurylaminopurine
6-Benzyl-aminopurine
N62-isopentenyl)-adenine
Trans-6-(4-hydroxy-3-methylbut-2-enyl)
amino purine
Gibberelic acid
ABA
IAA
NAA
2,4-D
IBA
Kinetin
BA
2Ip

Zeatin
GA3
264,3
175,2
186,2
221,04
203,2
215,2
225,2
203,3

219,2
346,4

2.8 pH pada medium
            pH merupakan simbol dari derajat keasaman atau kebasaan dari larutan yang ditunjukan dengan konsentrasi ion hidrogen. pH tertentu diperlukan untuk pertumbuhan jaringan tanaman agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan sitoplasma. pH yang diperlukan pada medium kultur biasanya berkisar antara 4,6 -5,8. Pengaturan pH medium dilakukan dengan menggunakan sodium hydroxyde (1M NaOH), digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih alkalin, basa) dan hydrochloric acid (1M HC1), untuk menurunkan menjadi lebih asam. pH medium harus dipertahankan konstan selama kultur berlangsung karena akan mempengaruhi ketersediaan nutrien yang dapat diserap oleh sel dan jaringan tanaman untuk pertumbuhannya. Ada suatu persenyawaan komplek yang mampu membuat pH suatu medium tetap pada jangkauan tertentu, misalnya besi yang berikatan dengan chelat. KH2PO4 juga dapat berfungsi sebagai buffer. pH juga penting pada proses embryogenesis somatik pada kultur umbi akar wortel, stadium preglobular embryo dapat dipertahankan dan ditingkatkan jumlahnya pada medium dengan pH dibawah 4,5. Jika pH dinaikkan, embryo somatik melanjutkan pertumbuhannya melalui tahapan-tahapan yang normal seperti pada embryo zygotik, yaitu globular, jantung, torpedo dan cotyledonary (atau equivalen dengan system yang berlaku pada monokotil).

2.9 Metode Sterilisasi

            Sterilisasi merupakan tehnik membersihkan dan membebaskan suatu benda dari segala kehidupan mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, dan virus). Sterilisasi adalah 7 tahap kunci keberhasilan dalam metode kultur jaringan. Sterilisasi ini meliputi sterilisasi ruangan, sterilisasi alat tanam, sterilisasi media tanam, dan sterilisasi eksplan.

1. Sterilisasi Ruang
            Salah satu ruang yang harus dijaga kesterilannya adalah ruang transfer yang digunakan untuk inokulasi, isolasi dan subkultur. Ruangan ini biasanya tidak terlalu besar agar proses sterilisasinya tidak lama dan mudah. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 90%, dan sterilisasi lantai dengan kain pel yang dibasahi dengan alkohol 90% atau phenol. Sterilisasi ini mutlak dilakukan menjelang ruang inokulasi akan digunakan. Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk sterilisasi ruang, dan biasanya selalu dinyalakan apabila ruang inokulasi tidak digunakan, serta dimatikan saat masuk dalam ruang ini (Edhi Sandra, 2013).

2. Sterilisasi Alat inokulasi (LAF cabinet)
            Sterilisasi laminar dilakukan dengan spirtus atau alkohol 70%. Permukaan laminar sebelum mulai bekerja dibersihkan dengan tisu yang sudah dicelupkan alkohol 70%. Laminar yang dilengkapi dengan lampu UV, sebelum digunakan juga dinyalakan selama 1-2 jam untuk mematikan kontaminan yang ada di permukaan laminar. Hal serupa juga dilakukan setelah selesai melakukan penanaman atau inokulasi. Laminar harus tetap dijaga kebersihannya.

3. Sterilisasi Alat dan Media
            Alat-alat logam dan gelas yang akan digunakan dalam kultur jaringan dapat disterilkan dengan autoclave. Alat-alat gelas dan logam disterilkan dengan autoclave pada temperatur 121oC dan tekanan 1 atm, selama 30 menit, sedangkan sterilisasi bahan atau media kultur selama 15 menit. Alat- alat seperti pinset dan scalpel selain disterilkan dengan autoclave dapat dilakukan dengan pembakaran di atas api bunsen. Botol-botol yang akan 8 disterilisasi sebelumnya ditutup dengan aluminium foil atau plastik dan diikat dengan karet. Aquadest disterilkan seperti sterilisasi alat selama 30 menit.

4. Sterilisasi Eksplan
            Eksplan adalah bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bahan eksplan dapat berupa organ, jaringan, maupun sel. Eksplan dari organ lebih mudah dikulturkan, misalnya : daun, batang, akar. Metode sterilisasi setiap eksplan berbeda, tergantung pada jenis tanamannya, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaannya, umur tanamannnya, kondisi tanamannnya (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim saat pengambilan, dan lingkungan tumbuhnya. Pada prinsipnya, sterilisasi eksplan adalah mensterilkan dari kontaminasi mikroorganisme, tanpa mematikan eksplannya (Edhi Sandra, 2013).
            Pada metode kultur jaringan untuk perbanyakan anggrek, eksplan yang digunakan adalah biji anggrek yang berasal dari buah anggrek yang sudah tua dan belum pecah. Kondisi buah yang masih muda atau buah tua yang sudah pecah akan berbeda tehnik sterilisasinya. Buah anggrek yang sudah tua dan belum pecah, sterilisasinya dengan cara membakar buah di atas api bunsen, edangkan sterilisasi buah anggrek yang tua dan sudah pecah dilakukan dengan klorox. Setelah disterilisasi, buah disayat secara aseptik dan diambil bijinya untuk ditanam di media kultur (Edhi Sandra, 2013).





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Media dalam kultur jaringan menurut asal penemunya terdiri atas Medium Murashige dan Skoog (MS) (1962), medium yang paling populer digunakan untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Medium ini paling banyak digunakan untuk kultur kalus dan tunas, mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi, dan senyawa N dalam bentuk ammonium dan nitrat. Medium Gamborg (B5) (1968), digunakan untuk kultur suspensi sel kedele, alfalfa dan legume lain. Medium White (W63) (1963), merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah, digunakan untuk kultur akar. Medium Vacint dan Went (VW) (1949), digunakan untuk kultur embryo anggrek. Medium Nitsch dan Nitsch, digunakan untuk kultur mikrospora dan kultur sel pada tembakau Medium N6, Chu (1978), digunakan untuk kultur jaringan serealia terutama padi. Medium WPM (Lloyd dan McCown, 1980), untuk tanaman berkayu. Medium Kao dan Michayluk (1975) digunakan untuk kultur protoplas Cruciferae, Grarmneae dan Leguminosae.(George & Sherrington, 1984).Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.




Daftar Pustaka
Edhi Sandra .2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. IPB Press.
Endang G. Lestari. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Biogen 7 (1):63-68
Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies Jr., and R.L. Geneve. 1997. Plant Propagation: Principle And Practices. Sixth Ed.
Pierik, R.M.L. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publishers. Dordrecht.The Netherlands.


















No comments:

Post a Comment