BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sel
hidup ibarat pabrik kimia yang bergantung pada energi dan harus mengikuti
berbagai kaidah kimia. Reaksi kimia yang memungkinkan adanya kehidupan disebut
metabolisme. Terdapat ribuan reaksi yang berkesinambungan yang terjadi didalam
tiap sel, sel tumbuhan memiliki ragam senyawa yang dihasilkanya. Ribuan senyawa
harus dibentuk untuk memproduksi organel dan struktur lain yang terdapat pada
organisme hidup. Tumbuhan juga menghasilkan banyak senyawa kompleks yang
dinamakan metabolit sekunder yang melindungi tumbuhan dari serangga, bakteri,
cendawan, patogen dan lainya. Tumbuhan juga memproduksi vitamin yang diperlukan
bagi tumbuhan sendiri dan kebetulan juga bagi manusia, serta hormon yang
digunakan sel di berbagai bagian tumbuhan untuk mengendalikan dan mengatur
proses perkembangan.
Sel
dapat mengatur lintasan metabolik yang mana yang berjalan dan seberapa cepat,
dengan cara memproduksi katalis yang tepat yang dinamakan enzim, dalam jumlah
yang sesuai pada saat diperlukan. Hampir semua reaksi kimia kehidupan berlangsung sangat lambat tanpa
katalis, dan enzim merupakan katalis yang lebih khas dan lebih kuat
dibandingkan dengan ion logam atau senyawa anorganik lainya yang dapat diserap tumbuhan
dari tanah. Jadi, enzim umumnya meningkatkan kecepatan reaksi dengan faktor 10
pangkat 8 – sampai 10 pangkat 20. Dibandingkan dengan katalis buatan manusia, enzim biasanya 10 pangkat 8 –
10 pangkat 9 kali lebih efektif. Enzim juga lebih spesifik dari pada katalis
anorganik atau bahkan katalis organik sintetik dalam hal ragam reaksi yang
dikatalis, sehingga ribuan reaksi dapat dikendalikan dengan terbentuknya
senyawa tertentu yang dibutuhkan untuk kehidupan (tanpa terbentuk limbah
beracun). Akhirnya, enzim tanggap terhadap perubahan lingkungan sehingga
pengendalian tersebut memungkinkan tumbuhan hidup pada iklim yang beraneka.
Kelebihan enzim ini disertai dengan kelemahan juga, yakni enzim merupakan
molekul protein yang besar sehingga untuk membentuknya diperlukan energi yang
besar.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian dari enzim?
2. Bagaimana
penyebaran enzim didalam sel?
3. Bagaimana
sifat dan struktur enzim?
4. Bagaimana
nomenklatur enzim?
5. Bagaimana
klasifikasi enzim?
6. Bagaimana
mekanisme kerja enzim?
7. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim?
8. Bagaimana
enzim alosterik dan pengendalian balik pada enzim?
9. Bagaimana
denaturasi pada enzim?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
pengertian dari enzim.
2. Mengetahui
sifat dan struktur enzim.
3. Mengetahui
penyebaran enzim didalam sel.
4. Mengetahui
nomenklatur enzim.
5. Mengetahui
klasifikasi enzim.
6. Mengetahui
mekanisme kerja enzim.
7. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim.
8. Mengetahui
enzim alosterik dan pengendalian balik pada enzim.
9. Mengetahui
denaturasi pada enzim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Enzim
Reaksi
kimia yang terjadi dalam sistem biologis selalu melibatkan katalis. Katalis ini
dikenal sebagai katalis biologis (biokatalisator) berupa protein yang sangat
spesifik yang disebut enzim (Winarno, 1986), Enzim merupakan biokatalisator
yang sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik
secara nyata, dimana reaksi ini tanpa enzim akan berlangsung lambat (Lehninger,
1995). Sifat-sifat istimewa enzim adalah kapasitas katalitik dan
spesifisitasnya yang sangat tinggi. Disamping itu enzim mempunyai peran dalam
transformasi berbagai jenis energi (Winarno,1986). Enzim merupakan senyawa
protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis.
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein. Aktivitas
katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim
dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi
yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul
zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan reaksi
terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan
mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat molekul substrat membentuk
kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk
enzim bebas dan produknya (Lehninger,1995).
Enzim
memiliki keunggulan sifat, antara lain mempunyai aktivitas yang tinggi,
efektif, spesifik dan ramah lingkungan (Lidya dan Djenar, 2000), sedangkan
menurut (Saktiwansyah, 2001), enzim memiliki sifat yang khas, yaitu sangat
aktif walaupun konsentrasinya amat rendah, sangat selektif dan bekerja pada
kondisi yang ramah (mild), yaitu tanpa temperatur atau tekanan tinggi
dan tanpa logam yang umumnya beracun. Hal inilah yang menyebabkan reaksi yang dikatalisis
secara enzimatik menjadi lebih efisien dibandingkan dengan reaksi yang
dikatalisis oleh katalis kimia (August, 2000). Enzim mempunyai kekhususan
aktivitas, yaitu peranannya sebagai katalis hanya terhadap satu reaksi atau
beberapa reaksi yang sejenis saja. Jadi dapat melibatkan beberapa jenis
substrat (Winarno, 1986). Sifat spesifik (spesifisitas enzim) didefinisikan
sebagai kemampuan suatu enzim untuk mendiskriminasikan substratnya berdasarkan
perbedaan afinitas substrat-substrat untuk mencapai sisi aktif enzim (August,
2000).
B.
Sifat dan
Struktur Enzim
1.
Sifat Enzim
a.
Enzim adalah Protein Sebagai protein enzim memiliki
sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka
enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
b.
Bekerja secara
khusus/spesifik , Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan
satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu
substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.
c.
Berfungsi sebagai katalis , Meningkatkan kecepatan
reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan
substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan suatu
substrat menjadi lebih sedikit.
d.
Diperlukan dalam jumlah sedikit , Reaksi enzimatis
dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali
reaksi.
e.
Bekerja bolak-balik Enzim tidak mempengaruhi arah
reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik). Artinya enzim dapat
menguraikan substrat menjadi senyawsederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat
menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
2. Struktur Enzim
Gambar:
struktur enzim
a. Susunan
Kimia Enzim
Protein merupakan bagian utama dari
struktur setiap enzim, dan banyak enzim yang hanya mengandung protein saja,
tetapi beberapa protein tidak mempunyai fungsi katalitis dan tidak digolongkan
sebagai enzim. Sebagai contoh, protein mikrotubul (tubulin) dan protein
mikrofilamen (aktin), serta beberapa protein di ribosom nampaknya fungsi
struktural dan bukan fungsi katalis. Protein lain, misalnya sitokrom yang
mengangkut elektron selama fotosintesis dan respirasi, yang bukan berfungsi
sebagai katalis tetapi berfungsi sebagai pembawa elektron, selanjutnya beberapa
protein dalam biji juga tidak memeiliki fungsi seperti enzim, melainkan
berperan sebagai cadangan asam amino untuk bibit setelah berkecambah.
Protein terdiri atas satu atau lebih
rantai polipeptida yang masing-masing tersusun atas asam amino, komposisi dan
ukuran tiap protein bergantung pada
jenis dan jumlah sub unit asam aminonya. Umunya terdapat 18 sampai 20 jenis
asam amino yang berbeda dan sebagian protein mempunyai secara lengkap 20 asam
amino. Jumlah total sub unit asam amino sangat beragam pada protein yang
berbeda sehingga bobot molekul protein juga beragam. Sebagian protein tumbuhan
yang telah dicirikan mempunyai bobot molekul lebih dari 40.000 g/mol.
b. Gugus
prostetik, koenzim dan vitamin
Disamping bagian protein, enzim juga
mengandung dalam jumlah yang jauh lebih sedikit bagian bukan protein organik
yang disebut gugus prostetik. Gugus prostetik sangat penting dalam aktivitas
katalisis. Biasanya gugus ini menmpel secara kuat pada protein dengan ikatan
kovalen. Contohnya adalah enzim dehidrogenase yang terlibat dalam respirasi dan
degradasi asam lemak, disini pigmen kuning adalah flavin yang menempel pada protein. Flavin perlu bagi aktifitas enzim karena kemapuanya untuk menerima
dan kemudian mengangkut atom hidrogen selama berlangsungnya reaksi. Beberapa
enzim mengandung gugus prostetik tempat menempelnya ion logam(misalnya besi dan
tembaga pada sitokrom oksidase). Protein lainya adalah glikoprotein mengandung
gugus gula yang menempel pada protein. Penempelan karbohidrat seperti ini
membantu kerja enzim atau melindungi enzim dari suhu yang ekstrem, bahan
perusak internal (protease) dan juga
mungkin terhadap patogen dan herbivora (Paulson, 1989).
Banyak enzim tidak memiliki gugus
prostetik dan untuk melakukan aktivitasnya mereka memerlukan keikutsertaan
senyawa organik atau ion-ion logam lain atau keduanya. Kedua bahan tersebut
disebut koenzim. Walaupun ion logam sebagai ion pengaktif. Koenzim dan logam
pengaktif pada umumnya tidak menempel secara kuat pada enzim. Beberapa vitamin
yang disintesis oleh tumbuhan membentuk bagian koenzim atau gugus prostetik
yang diperlukan oleh enzim pada tumbuhan dan hewan dan ini menjelaskan
pentingnya vitamin bagi kehidupan. Contoh dari ion pengaktif adalah magnesium
(mg), yang bertindak sebagai logam pengaktif bagi sebagian besar enzim yang
menggunakan ATP atau Nukleotida di- atau tri phospat lain sebagai substrat.
C.
Penyebaran
Enzim dalam Sel
Enzim tidak tersebar merata di dalam sel.
Enzim yang berfungsi dalam fotosintesis berada di dalam kloroplas, banyak enzim
yang bereran dalam respirasi aerobik berada hanya di mitokondra, sedangkan
enzim respirasi lainya terdapat di sitosol. Sebagian besar enzim yang harus ada
untuk mensisntesis DNA dan RNA serta untuk mitosis, berada di inti sel atau
nukleus. Enzim yang mengatur langkah dalam lintasaan metabolik kadang disusun
sedemikian rupa sehingga terjadi suatu proses produksi jalur rakitan (Srere,1987,
Gontero dkk, 1988.) dalam hal ini hasil suatu reaksi dilepaskan didaerah tempat
senyawa tersebut akan diubah secepatnya menjadi senyawa lain oleh enzim
berikutnya yang terlibat dalam lintasan, demikian seterusnya , sampai lintasan
metabolik selesai dan senyawa yang sangat berbeda terbentuk.
Metode pengelompokan diatas hampir
dipastikan menigkatkan efisiensi sebagian besar proses dalam sel dengan dua
alasan: pertama, membantu memastikan bahwa konsentrasi pereaksi cukup diadaerah
enzim tersebut bekerja. Kedua membantu memastikan bahwa suatu senyawa diarahkan
untuk menghasilkan produk yang diperlkuan dan tidak dialihkan pada lintasan
lain oleh kerja enzim sainganya dilokas lain didalam sel. Tapi, pengelompokan
ini sering tidak mutlak, atau tidak harus seperti itu. Misalnya, membran yang
mengelilingi kloroplas membiarkan keluarnya fosfat gula tertentu yang
dihasilkan oleh fotosintesis yang kemudian diluar plasmid bereaksi dengan
beberapa enzim yang terlibat dalam sintesis didinding sel dan respirasi, dua
hal penting bagi perkembangan dan pemeliharaan tumbuhan.
D. Nomenklatur Enzim
Lebih dari 4500
macam enzim telah ditemukan dalam organisme hidup dan masih terus akan
bertambah dengan berlanjutnya penelitian. Enzim biasanya mendapat akhiran –ase
dan menunjukkan substratyang ditimdaknya dan tipe reaksi yang dikatalisnya.
Misal, sitokrom oksidase (enzim respiratoris), mengoksidasi (mengambil satu
elektron) darisatu molekul sitokrom. Asam malat dehidrogenase, mengambil dua
atom H (mendehidrogenase) dariasam malat. Nama umum ini walaupun pendek namun
tidak memberikan cukup keterangan mengenai reaksi yang dikatalisis, juga tidak
menerangkan aseptor dari elektron atau atom hidrogen yang diambil itu. Union of
Biochemistry memberi nama lebih panjang tetapi lebih deskriptif. Misal, asam
malat dehidrogenase dinamakan L-malat: NAD oksidore duktase, menunjukan bahwa
enzim itu khas untuk ionisasi bentuk L dari asam malat dan molekul NAD adalah
akseptor atom hidrogen.
E. Klasifikasi Enzim
Enzim dapat digolongkan berdasarkan
tempat bekerjanya, daya katalisisnya, dan cara terbentuknya.
1. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya
a.
Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim
yang bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim yang digunakan untuk
proses sintesis di dalamsel dan untuk pembentukan energi (ATP) yang berguna
untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses respirasi.
b.
Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu
enzim yang bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk “mencernakan”
substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih sederhana dengan
BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel. Energi yang
dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak digunakan dalam
proses kehidupan sel.
2. Penggolongan enzim berdasarkan daya katalisis
a.
Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang
merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah
enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen peroksidase (katalase). Ada
beberapa macam enzim electron transfer oksidase, yaitu enzim oksidase, oksigenase,
hidroksilase dan dehidrogenase.
b.
Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan gugusan molekul
dari suatu molekul ke molekul yang lain. Sebagai contoh adalah beberapa enzim
sebagai berikut:
1) Transaminase
adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.
2) Transfosforilase
adalah transferase yang memindahkan gugusan fosfat.
3) Transasilase
adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
c.
Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis,
dengan contoh enzim adalah:
1)
Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis
gugusan ester karboksil.
2)
Lipase adalah
hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3)
Peptidase
adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
d.
Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan
dari suatu molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1)
L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang
mengkatalisis reaksi pengambilan air dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
2)
Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang
mengkatalisis reaksi pengambilan gugus karboksil.
e.
Isomerase
Isomerase
meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
1)
Rasemase, merubah l-alanin → D-alanin
2)
Epimerase,
merubah D-ribulosa-5-fosfat → D-xylulosa-5-fosfat
3)
Cis-trans isomerase, merubah transmetinal
→ cisrentolal
4)
Intramolekul ketol isomerase, merubah
D-gliseraldehid-3-fosfat
dihidroksi aseton fosfat
5)
Intramolekul transferase atau mutase, merubah
metilmalonil-CoA →
suksinil-CoA
f.
Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul
dengan dibebaskannya molekul pirofosfat dari nukleosida trifosfat, sebagai
contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang mengkatalisis rekasi sebagai
berikut:
Asetat + CoA-SH + ATP → Asetil CoA + AMP + P-P
g.
Epimerase
Epimerase mengkatalisis perubahan satu gula atau satu
derifat gula menjadi epimernya. Contoh satu epimerasi adalah perubahan dapat
balik xilulosa-5-fosfat menjadi ribulosa-5-fosfat
3. Penggolongan enzim berdasar cara terbentuknya
a.
Enzim konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim yang
merupakan bagian dari susunan sel normal, sehingga enzim tersebut selalu ada
umumnya dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada enzim yang
jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. Sedangkan
enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya tidak dipengaruhi
oleh kadar substratnya.
b.
Enzim adaptif
Perubahan lingkungan mikroba dapat
menginduksi terbentuknya enzim tertentu. Induksi menyebabkan kecepatan sintesis
suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali. Enzim adaptif adalah
enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai contoh
adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang
ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Mulamula E. coli tidak
dapat menggunakan laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya pertumbuhan
(fase lag/fase adaptasi panjang) setelah beberapa waktu baru menampakkan
pertumbuhan. Selama fase lag tersebut E. coli membentuk enzim beta galaktosidase
yang digunakan untuk merombak laktosa.
Enzim diklasifikasikan berdasarkan
tipe reaksi dan mekanisme reaksi yang dikatalisis. Pada awalnya hanya ada
beberapa enzim yang dikenal, dan kebanyakan mengkatalisis reaksi hidrolisis
ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan menambahkan akhiran –ase
pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisis. Contoh: lipase
menghidrolisis lipid, amilase menghidrolisis amilum, protease menghidrolisis
protein. Pemakaian penamaan tersebut terbukti tidak memadai karena banyak enzim
mengkatalisis substrat yang sama tetapi dengan reaksi yang berbeda. Contohnya
ada enzim yang megkatalisis reaksi reduksi terhadap fungsi alkohol gula dan ada
pula yang mengkatalisis reaksi oksidasi pada substrat yang sama.
F. Mekanisme Kerja Enzim
Enzim mengkatalis reaksi dengan cara
meningkatkan laju reaksi. Enzim meningkatkan laju reaksi dengan cara menurunkan
energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi) dari EA1 menjadi EA Penurunan
energi aktivasi dilakukan dengan membentuk kompleks dengan substrat. Setelah
produk dihasilkan, kemudian enzim dilepaskan. Enzim bebas untuk membentuk
kompleks baru dengan substrat yang lain.
Enzim memiliki sisi aktif, yaitu
bagian enzim yang berfungsi sebagai katalis. Pada sisi ini, terdapat gugus
prostetik yang diduga berfungsi sebagai zat elektrofilik sehingga dapat
mengkatalis reaksi yang diinginkan. Bentuk sisi aktif sangat spesifik sehingga
diperlukan enzim yang spesifik pula. Hanya molekul dengan bentuk tertentu yang
dapat menjadi substrat bagi enzim. Agar dapat bereaksi, enzim dan substrat
harus saling komplementer.
Gambar: mekanisme kerja enzim
Mekanisme
reaksi enzimatis dapat digambarkan dengan beberapa metode atau model:
1. Model Fischer (model kaku)/ (Lock and key theory)
Teori ini
menyatakan bahwa enzim akan mengikat substrat jika ukuran dan bentuknya sama
dengan active site enzyme. Enzim bersifat kaku. Enzim dan substrat
bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci yang masuk dalam gembok. Di
dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang rendah.
Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan enzim.
Gambar. Mekanis kerja enzim (lock and key)
2. Model
Koschland/ ketepatan induksi (Induced fit theory)
Menurut
teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang
fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif
termodifikasi melingkupi substrat membentuk kompleks. Ketika produk sudah
terlepas dari kompleks, enzim tidak aktif menjadi bentuk yang lepas. Sehingga,
substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim tersebut.
Gambar. Mekanisme kerja enzim (inducet fit theory)
Cara Kerja Enzim :
1. Menurunkan energy
aktivasi dengan mengubah bentuk substrat menjadi keadaan transisi sebelum
membentuk produk
2. Menurunkan energy
keadaan transisi
3. Menyediakan lintasan
reaksi alternative
4. Menurunkan perubahan
entropi reaksi dengan desabilisasi keadaan dasar..
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
1. Suhu
Enzim terdiri atas molekul-molekul protein. Oleh karena itu, enzim masih
tetap mempuyai sifat protein yang kerjanyas dipengaruhi oleh suhu. Enzim dapat
bekerja optimum pada kisaran suhu tertentu, yaitu sekitar suhu 40°C. Pada suhu
0°C, enzim tidak aktif. Jika suhunya dinaikkan, enzim akan mulai aktif. Jika
suhunya dinaikkan lebih tinggi lagi sampai batas sekitar 40 – 50°C, enzim akan
bekerja lebih aktif lagi. Namun, pemanasan lebih lanjut membuat enzim akan
terurai atau terdenaturasi seperti halnya protein lainnya. Pada keadaan ini
enzim tidak dapat bekerja.
Enzim tidak aktif pada suhu kurang
daripada 0oC.
Kadar tindak balas enzim meningkat
dua kali ganda bagi setiap kenaikan suhu 10oC.
Kadar tindak
balas enzim paling optimum pada suhu 37oC. Enzim terdenaturasi pada
suhu tinggi yaitu lebih dari 50oC.
Gambar:
grafik pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim
2. Derajat
Keasaman (pH)
Enzim
bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali beberapa jenis enjim
yang bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika enzim yang bekerja
optimum pada suasana netral ditempatkan pada suasana basa ataupun asam, enzim
tersebut tidak akan bekerja atau bahkan rusak. Begitu juga sebaliknya, jika
suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa atau asam tetapi ditempatkan pada
keadaan asam atau basa, enzim tersebut akan rusak. Sebagai contohnya, enzim
pepsin yang terdpat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH rendah.
Setiap enzim bertindak paling cekap pada nilai pH
tertentu yang disebut sebagai pH optimum.
pH optimum bagi kebanyakan enzim ialah pH 7.
Terdapat beberapa pengecualian, misalnya enzim pepsin
di dalam perut bertindak balas paling cekap pada pH 2, sementara enzim tripsin
di dalam usus kecil bertindak paling cekap pada pH 8.
Gambar: grafik
pengaruh pH terhadap aktivasi enzim
3. Inhibitor
Hal lain
yang mempengaruhi kerja enzim adalah feed back inhibitor. Feed back inhibitor
adalah keadaan pada saat substansi hasil (produk) kerja enzim yang terakumulasi
dalam jumlah yang berlebihan akan menghambat kerja enzim yang bersangkutan.
a.
Inhibitor Kompetitif
Inhibitor kompetitif, substrat dan inhibitor bersaing
untuk merebutkan active site enzim. Jika substrat yang menempati active
site maka produk terbentuk, sebaliknya jika inhibitor yang menempati enzim
maka produk tidak terbentuk. Misalnya enzim suksinat dehidrogenase yang
berfungsi mengkatalisis reaksi oksidasi asam uksinat menjadi fumarat, jika
dalam proses ini dutambahkan asam malonat, maka enzim suksinat dehidrogenase
akan menurun aktivitasnya. Tetapi jika diberikan lagi asam suksinat sebagai
substrat reaksi akan normal kembali. Sehingga aktivitas inhibitor ini sangat bergantung
pada konsentrasi inhibitor, konsentrasi substrat, dan aktivitas relatif
inhibitor dan substrat.
Gambar. Inhibitor kompetitif
b.
Inhibitor
Non-kompetitif
Inhibitor non-kompetitif, inhibitor menempel pada
enzim tetapi bukan pada active site, sehingga substrat masih dapat
berikatan dengan enzim, namun adanya inhibitor non – kompetitif membuat enzim
dan substrat tidak dapat tersebut terlepas, maka enzim dan substat dapat
dipecah dan produk dapat dihasilkan. Sehingga daya kerja inhibitor sangat tergantung
dari konsentrasi inhibitor dan aktivitas inhibitor terhadap enzim.
Gambar.
Inhibitor non-kompetitif
4. Konsentrasi
Substrat
Mekanisme
kerja enzim juga ditentukan oleh jumlah atau konsentrasi substrat yang
tersedia. Jika jumlah substratnya sedikit, kecepatan kerja enzim juga rendah.
Sebaliknya, jika jumlah substrat yang tersedia banyak, kerja enzim juga cepat.
Pada keadaan substrat berlebih, kerja enzim tidak sampai menurun tetapi
konstan.
Pada kepekatan substrat rendah, bilangan molekul enzim
melebihi bilangan molekul substrat. Oleh itu,cuma sebilangan kecil molekul
enzim bertindak balas dengan molekul substrat.
Apabila kepekatan substrat bertambah, lebih molekul
enzim dapat bertindak balas dengan molekul substrat sehingga ke satu kadar maksimum.
Penambahan kepekatan substrat selanjutnya tidak akan
menambahkan kadar tindak balas kerana kepekatan enzim menjadi faktor pengehad.
Gambar.
Konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
H. Enzim Alosterik dan Pengendalian Balik
Telah diketahui bahwa berbagai ion atau molekul asing
dapat menghambat kerja enzim, sebagian besar dengan mengubah konfigurasi enzim
sehingga tidak dapat membentuk kompleks dengan substrat secara efektif. Tetapi,
beberapa enzim dapat diubah oleh kandungan sel normal, dengan akibat penurunan
atau peningkatan fungsinya. Pengaruh ini merupakan mekanisme penting bagi
pengendalian homeostatik pada tingkat metabolik yakni membantu organisme menghasilkan senyawa hanya sejumlah yang
dibutuhkan.keadaan yang paling umum adalah penghambatan suatu reaksi oleh
metabolit yang secara kimia tidak ada hubungan dengan substrat.
Satu contoh penghambatan balik pada tumbuhan adalah
pembentukan nukleotida uridin monofosfat (UMP) yang dimulai dengan asam
aspartat dan korbamil fosfat. Untuk memahami hal ini, perhatikan contoh
berikut: senyawa A diubah oleh serangkaian reaksi enzimatik melalui
senyawa-antara B, C, D, dan E, menjadi produk penting F. Setelah serangkaian
reaksi tersebut, senyawa F tidak lagi sama strukturnya dengan A.meskipun demikian,
F dapat kadang-kadang bergabung balik dengan enzim pertama untuk menghambat
penggabungan enzim tersebut dengan A.keuntungan reaksi ini adalah proses ini
berlangsung sebagai mekanisme yang cepat dan peka untuk menghambat sintesis
senyawa F yang berlebihan, sebab penghambat balik terjadi hanya setelah F
dihasilkan dalam jumlah yang cukup bagi kebutuhan sel. Kemudian bila jumlah F
di dalam telah berkurang (masuk menjadi komponen struktur sel) molekul F lepas
dari enzim nomor 1, dan enzim itu akan menjadi aktif lagi.
Gambar. Pengaktifan enzim
I.
Pengaruh Denaturasi Terhadap Aktivitas Enzim
Jika struktur enzim berubah sehingga substrat tidak
dapat lagi berikatan, maka aktivitas katalisis enzim akan hilang. Beberapa
faktor yang menyebabkan perubahan seperti itu yang dengan perkataan lain
menyebabkan denaturasi. Pada banyak keadaan denaturasi tidak dapat balik. Suhu
yang tinggi mudah memututskan ikatan hidrogen dan menyebabkan denaturasi yang
tidak dapat balik. Pemanasan ekstrem menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan
kovalen baru antara rantai-rantai polipeptida atau anatara bagian ranti yang
sama dan ikatan-ikatan ini sangat stabil.
Suhu rendah selalu dipertahankan selama ekstraksi dan
pemurnian enzim untuk mencegah denaturasi oleh panas. Ini dilakukan walaupun enzim
biasa terdapat tidak terdenaturasi dalam sel-sel pada suhu yang lebih tinggi.
Belum diketahui dengan pasti sebab yang menimbulkan denaturasi pada waktu
pemurnian enzim pada suhu yang sama dengan suhu yang normal sel, tetapi
kemungkinan adalah bahwa prosedur ekstraksi dan pemurnian telah mengambil atau
mengencerkan zat-zat yang biasanya melindungi enzim. Selain itu mungkin
homogenasi (penghancuran ) sel sering membebaskan dan menyebabkan enzim
terdedah ke zaat-zat pendenaturasi dari kompartemen subseluler (misal vakuola)
yang in vivo dicegah ileh membran agar tidak berhubungan dengan enzim. Beberapa
enzim diketahui inaktif pada suhu rendah selama pemurnian. Ini pun karena
terjadi suatu perubahan struktur enzim.
Oksigen dan zat-zat pengoksidasi lain juga mendenaturasi
banyak enzim yang sering disebabkan terbentuknya jembatan disulfida jika dalam
rantai terdapat gugus SH sistein. Zat-zat pereduksi menyebabkan terputusnya
jembatan disulfida dan terbentuk dua gugus SH . logam berat seperti Ag+,
Hg2+, Hg+, atau Pb2+ dapat mendenaturasi
enzim. Banyak pelarut organik juga mendenaturasi enzim.
Jika enzim dalam keadaan kering, enzim itu kurang peka
terhadap denaturasi panas dari pada juka enzim itu terhidrasi. Itulah sebabnya
bii yang kering dan jamur atau spora bakteri yang kering tahan terhadap suhu
tinggi, dan adanya uao adalam autoklaf yang digunakan untuk sterilisasi
mengingatkan ke efektifan perlakuan daripada oven kering pada sugu yang sama.
Keadaan kering itu juga mencegah denaturasi enzim oleh suhu rendah dalam biji,
tunas dan bagian lain tumbuhan selama musim dingin.
Beberapa faktor dapat menyebabkan alterasi struktur
molekul enzim. Alterasi struktur molekul enzim ini disebut denaturasi. Pada
dasarnya enzim yang telah mengalami denaturasi, masih dapat kembali ke bentuk
normalnya dan dapat kembali berfungsi. Pada kondisi yang lebih ekstrim, enzim
dapat dirombak dan tidak dapat balik, misalnya pada kondisi suhu yang lebih
tinggi. Ekstraksi dan purifikasi enzim harus dilakukan pada suhu yang relatif
rendah untuk menghindari terjadinya denaturasi, walaupun seandainya pada
kondisi di dalam sel, enzim tersebut tidak terdenaturasi pada suhu yang relatif
tinggi.
Oksigen dan zat-zat pengoksidasi lain juga
mendenaturasi banyak enzim, yang sering disebabkan terbentuknya jembatan
disulfida jika dalam rantai terdapat gugus-SH dari sistein. Zat-zat pereduksi
menyebabkan terputusnya jembatan disulfida dan terbentuk dua gugus-SH. Logam
berat seperti Ag+, Hg2+, Hg+ atau Pb2+ dapat mendenaturasi enzim. Pada kadar
air yang rendah, enzim lebih tahan terhadap pengaruh suhu tinggi karena
denaturasi lebih sulit untuk terjadi. Hal ini yang menyebabkan biji kering dan
spora bakteri atau spora jamur lebih tahan terhadap suhu tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Enzim merupakan senyawa protein yang dapat
mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim tersusun atas protein namun tidak semua
protein itu memiliki sifat katalis, Protein terdiri dari satu
atau lebih rantai polipeptida yang masing-masing terdiri dari ratusan asam
amino. Komposisi dan ukuran protein bergantung pada jenis
dan jumlah subunit asam aminonya.
Letak enzim tidak tersebar merata didalam sel melainkan terdapat pada
fungsi-fungsi enzim yang bersangkutan. Mekanisme kerja enzim ini dengan cara Enzim
mengkatalis reaksi dengan cara meningkatkan laju reaksi. Enzim meningkatkan
laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan
untuk reaksi) namun dalam mekanismenya enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang mempengaruhi laju reaksi enzimetik seperti Ph, Suhu, konsentrasi Substrat,
dan inhibitor. Selain itu ada enzim alosterik yang merupakan mekanisme penting untuk pengendalian
homeostatik pada tingkat metabolik yaitu membantu organisme menghasilkan
senyawa hanya sejumlah yang dibutuhkan.
B.
Saran
Masih banyak ilmuan yang berpendapat
mengenai enzim yang ada pada tanaman, maka dari itu pemahaman materi enzim
perlu diperluas kembali dengan memperbanyak referensi dari berbagai sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A et al. 2008. Biologi
Edisi 8 Jilid 1. Erlangga: Jakarta
Poedjiadi,
A., F.M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar
Biokimia. UI-Press:Jakarta.
Salisbury,Frank.
B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB:
Bandung.
Sasmitamihardja,Drajat dan H.Siregar,Arbayan. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.1990.FMIPA-ITB:Bandung.
Sasmitamihardja,Drajat dan H.Siregar,Arbayan. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.1990.FMIPA-ITB:Bandung.
Stryer, L.
2000. Biokimia. Vol 2. Edisi 4. Kedokteran
EGC: Jakarta.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB:Bandung.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB:Bandung.
No comments:
Post a Comment